Sebagai seorang penikmat seni, berada di kota Jakarta sama sekali bukan hal yang buruk. Betapa tidak, seringkali disajikan penampilan-penampilan menarik yang bisa dinikmati secara gratis—tentunya tanpa menghitung waktu dan tenaga untuk menuju ke tempat pementasan. Tempat favorit untuk menyaksikan pementasan seni di Jakarta antara lain Salihara, Taman Ismail Marzuki, dan beberapa kedutaan besar yang sering mengadakan performance pada bulan-bulan tertentu untuk memperkenalkan budayanya.
Salah satu pementasan yang baru saya hadiri bertempat di Erasmus Huis, Kedutaan Besar Belanda yang berlokasi di daerah Kuningan. Jangan tanya jaraknya dari Kelapa Gading.. untungnya ada koko baik hati yang mau menemani hehehe.
Pementasan kali ini bertemakan Introdans. Jadi, ini semacam kompilasi tarian ballet modern yang dibawakan oleh kelompok tari asal Belanda dengan menggunakan instrumen dan kostum-kostum yang sederhana. Biasanya, tari identik dengan kostum panggung, make up yang ‘wah’, dan instrumen yang bervariasi untuk mendukung penampilan. Singkirkan semuanya itu, dan nikmatilah Introdans yang apa adanya! Tidak ada rasa yang berkurang ternyata.. para artis tetap mampu memukau penonton dengan gerakan lincah gemulai dan ekspresi nan sarat emosi. Bravo!
Pementasan terdiri dari 8 tarian terpisah yang ditampilkan secara berurutan. Mirip seperti menkmati kumpulan cerita dalam satu buku. Kostum dan make up yang dikenakan cenderung minimalis, sehingga benar-benar membuat penikmat terfokus pada tarian itu sendiri. Roel Voorintholt, Direktur Artistik kelompok yang telah melakukan perjalanan ke seluruh dunia menampilkan balet modern ini menyajikan karya-karya koreografer internasional terkenal, antara lain Cayetano Soto dalam Fugaz (), Ton Wiggers dalam Palimpsest, Nacho Duato dalam Cor Perdut, dan Ed Wubbe dalam Messiah. Judul temanya merupakan bahasa Belanda, jadi saya sungguh tidak mengerti artinya pada saat pementasan. Tapi, begitulah adanya seni. Tanpa bahasa pun, saya yakin para penonton tetap dapat mengerti emosi dari tarian-tarian tersebut. Art really is a universal language, right?
Saya ingat, sewaktu masih di sekolah dasar, saya sangat menikmati tampil di atas panggung.. Menari, menyanyi, bahkan sekedar membacakan puisi.. i just really love it! That’s why extracurriculars time are my favorite time of the week when I was in primary and secondary school. Seni bukan hanya tentang bakat, tapi juga tentang semangat dan ketekunan untuk menampilkan yang terbaik. Sayang sekali anak-anak zaman sekarang mungkin sudah jarang memperoleh waktu untuk itu di tengah padatnya pelajaran tambahan. Seiring dengan waktu, kecintaan akan seni tetap tidak berkurang, walaupun kini saya lebih suka menjadi penikmat sahaja 😀
Bulan-bulan ini, kata si koko, banyak pementasan di beberapa kedutaan besar, seperti Belanda dan Perancis. Sangat worth it untuk diikuti.. selain gratis, atmosfer di dalam kedutaan rasanya berbeda. Contohnya di Erasmus Huis ini. Gedungnya nyaman banget, open space luas, sebelum dan sesudah pertunjukan kita disuguhi welcome drink. Belum lagi makanan buat mata.. ngeliat bule-bule yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik 😀
-selitando-
~dance like nobody’s watching~
You have made some good points there. I looked on the net to learn more about the issue and found most
individuals will go along with your views on this web site.