Pagi tadi, saya berencana untuk pergi ke resepsi pernikahan teman (teman kata lo? Angkatan 2003 oi!) malam ini yang diselenggarakan di daerah Cilandak. Sebenarnya udah agak ragu dengan rencana ini, mengingat ngga tau jalan ke sana (ini kemudian digoogling), ngga ada tebengan ke sana (ini juga udah berusaha dicari, tapi juga ngga ada), dan ngga ada temen ke sana juga (jadi kalo naik taksi pun bener-bener harus bergantung sepenuhnya sama si supir taksi). Kelapa Gading-Cilandak memang masih sama-sama Jakarta, tapi entah mengapa terasa begitu jauh.
Hari Kamis sebelumnya, saya menemui seorang teman saya di daerah Ragunan. Karena waktu itu eman hari libur, jadi saya naik busway. Busway nya pun tidak begitu ramai, tapi ternyata saya tetap butuh waktu 2 jam lebih dari kosan sampai ke Ragunan. Udah kayak Jakarta-Bandung aja, boi.
Pengalaman itulah yang pada akhirnya membatalkan niat saya untuk ke resepsi malam ini. Ah, ngga kebayang mesti pake dress atau baju formal lainnya dalam perjalanan dengan busway selama 2 jam. Kalau mau naik taksi, kayaknya ongkos taksinya aja udah lumayan banget buat diisiin amplop.
Jakarta oh jakarta, kamu tuh ngga segede itu deh buat makan waktu selama itu di jalan. Tapi entah apa yang salah, mungkin kamu udah terlalu penuh sesak sama orang-orang kayak saya yang lebih suka naik angkutan umum dibanding kendaraan pribadi. Atau mungkin juga wargamu udah kaya-kaya semua yah. Udah bisa beli mobil dan motor yang memenuhi jalan raya setiap harinya. Tahu ngga sih berapa banyak yang wargamu harus korbankan demi memenuhi kebutuhan untuk bertemu dengan orang-orang tercintanya?
Saya pernah nebeng mobil atasan saya dari kantor ke kosan. Beliau harus menempuh perjalanan 2 -3 jam dari rumah ke kantor. Saya sih yakin beliau punya cukup uang untuk membeli rumah di Kelapa Gading, yang harganya naudzubillah. “Kalau di perumahan yang sekarang, anak-anak masih bisa menghirup udara segara, masih banyak pohon dan tanah lapang untuk bermain,” ujar beliau. Well, semua itu harus dibayar dengan pengorbanan waktu dan tenaga beliau: sekitar 5 jam ‘terbuang’ di jalan.
Rasa-rasanya salah satu masalah terbesar untuk middle-class community di Jakarta adalah kemacetan dan tetek bengeknya yang menjadikan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya jadi buang waktu berkali-kali lipat dari biasanya. Entah bagaimana mengurai kemacetan yang bagaikan benang kusut ini, karena pastinya banyak bersentuhan dengan berbagai kepentingan.. trust me. Ada yang sampai bilang blessing in disguise segala, bo #nomensyen
Berharap pada pemimpin yang baru tudak salah dong tentunya. Yap, semoga dengan pemimpin baru Jakarta, banyak masalah rumit di Jakarta bisa terselesaikan dengan baik, termasuk prahara kemacetan ini. Please, please, Pak.. help us to solve this. Kalau masalah ini terselesaikan, banyak manfaat baik yang bisa dipetik.. salah satunya mungkin adalah menurunnya angka perceraian karena keluarga bisa punya waktu lebih banyak buat komunikasi. Kalau keluarga-keluarga kualitasnya meningkat, rasanya lebih mudah mengontrol kriminalitas dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya, bukan?
Tapi ya tetap saja, jangan terlalu banyak berharap. Manage your expectations. Kita sebagai warga Jakarta juga harus banyak berbenah diri. Jangan bisanya cuma ngeluh dan ngritik.Percuma punya pemimpin bagus kalau warganya hanya berharap dipimpin, tanpa memimpin diri sendiri terlebih dahulu menjadi warga yang baik. Bisa-bisa, bapak gubernur dan wakil gubernur malah bernasib seperti bapak presiden saat ini: awalnya disanjung dan dipuji, tapi beberapa tahun kemudian justru dicaci.
Ah, maafkan saya yang sudah mulai meracau di malam hari ini.. dari resepsi sampai ke bapak presiden! Hahaha. Jadi, kesimpulannya, selama masih ada kemacetan, carilah tebengan kalau mau ke tempat yang jauh-jauh.. apalagi kalau lagi cekak. Kalau ngga mau susah-susah cari tebengan, sisihkanlah ongkos jalan dan waktu dari jauh-jauh hari. Waktu berjalan sungguh cepat soalnya di ibukota ini 😉
Sekian racauan di malam hari ini. Selamat beristirahat.. dan selamat menyambut hari Senin yang cerah 😀
Comments