Perjalanan dari Karimun Jawa kembali ke Pelabuhan Kartini, Jepara, memakan waktu sekitar 2 jam. Untungnya ombak kali ini lebih bersahabat dan orang-orang sepertinya sudah lebih antisipatif terhadap mabuk laut, sehingga tidak ada lagi bunyi muntahan terdengar. Sesampainya di Kartini, sudah pukul setengah lima petang. Matahari sudah mulai turun, bersiap-siap untuk menyinari tempat lain yang menunggunya.
Sebelum berangkat ke Karimun Jawa, kami sudah meminta tolong ke Mbak Pipit sebelumnya agar memesankan kamar di wisma Kota Baru untuk kami. Bus kota ke Semarang hanya ada hingga pukul 4 sore, jadi kami harus stay dulu semalam di Jepara. Kali ini, rombongan kami bertambah ramai dengan kehadiran Mbak Elda, yang ikut menginap bersama kami. Prinsip backpackers, sehemat-hematnya untuk perjalanan semenarik-menariknya, kami hanya menyewa 2 kamar di Kota Baru ini 😀
Urusan check ini beres, kami pun langsung keluar untuk jalan-jalan sore. Matahari sudah tenggelam dan awan juga cukup menghalangi sinarnya, jadi kami berjalan-jalan saja di sekitar pantai sembari mengambil beberapa gambar. Sayapun berkesempatan mencoba kamera digital saya yang punya nama-nama modus yang ‘lucu’, seperti ‘memotret subyek dengan latar belakang halus’, ‘kulit indah’, ‘pemotretan alami makanan’, ‘pemandangan dengan warna biru yang kaya’, dll. Bahkan ada modus khusus untuk hewan peliharaan, tapi hewan buas ngga ada sih. Dasar kamera aneh. Hehe.
Sesudah puas di pantai, kamipun memutuskan untuk meladeni perut yang sudah krucuk-krucuk ini. Mbak Elda mengajak kami untuk berjalan kaki (berjalan kaki, saudara-saudara!) ke alun-alun Jepara. Kami yang ngga tau itu seberapa jauh, yah ikut-ikut aja. Dan ternyata itu jauuuuuuh. Apalagi untuk perut yang sudah lapar ini. Alun-alunnya cukup ramai. Somehow saya teringat dengan alun-alun di Jogja, karena ada pohon besar juga yang sepertinya menjadi landmark alun-alun itu. Makan malam kami santap di sebuah warung chinese food di perempatan jalan. Lupa namanya, tapi lumayan lah rasanya menurut saya. Fyi, bagi saya sepertinya hanya ada 2 jenis makanan: lumayan dan ngga enak 😀
Paginya, saya sempat bersaat teduh dan menikmati matahari pagi sebentar di balkon atas. Aih, nikmatnya. Mbak Elda kemudian mengajak saya untuk mencari kendaraan yang bisa kamu carter setengah hari ini mutar-mutar di Jepara. Ternyata oh ternyata kami berjodoh dengan seorang bapak yang kemarinnya menawari tempatnya untuk menginap. Kami mendapatkan mobil + sopir dengan harga 180k, tambah bensin dan tip semuanya jadi 300k. Lumayan lah, apalagi dibagi berenam. Bapak ini punya wisma juga yang ternyata lebih murah daripada wisma kami. Cukup recommended, namanya penginapan Mulyo Kartini. Mungkin bisa jadi pilhan kalau berminta menginap di Jepara.
Kamipun berjalan-jalan di kota Jepara. Kali ini lebih fleksibel untuk mengambil foto, karena tinggal minta diberhentiin aja mobilnya. Hehe. Beberapa tempat yang kami kunjungi antara lain Pantai Benteng Portugis, Pantai Bandengan, pusat ukiran, dan museum R.A Kartini. DI jalan, kami juga sempat berhenti di beberapa tempat, seperti bekas-bekas penanaman jati dan hutan karet yang cukup panjang. Sebagai note, hutan karet bisa jadi tempat foto pre-wedding yang oke lho, saudara-saudara! Oh iya, note juga, ikan pindang serani itu uenak tenan yah. Tapi, sebaiknya pilih-pilih deh tempatnya biar ngga kemahalan. Kami makan siang di Pantai Bandengan dan harus merogoh kocek sekitar 250k karena tempatnya muahal juga 😀
Karena no picture = hoax, here are some of the pictures !
Tentunya Jepara tidak bisa dipisahkan dari sosok R.A. Kartini. Di akhir perjalanan, kami berkesempatan mengunjungi museum R.A. Kartini. Ah, saya makin kagum dengan putri Jepara yang satu ini. Di dalam museum, kami bisa melihat banyak karya Kartini. Ternyata beliau tak hanya pandai menulis, tapi juga melukis. Kalau melihat replika kamar kerjanya, ada 3 benda utama di sana : meja rias, meja belajar, dan mesin jahit. Sungguh wanita sekali, bukan? Wanita memang layaknya seperti itu : cantik—pandai merawat diri, cerdas—selalu memiliki semangat untuk belajar, dan terampil—tekun dan ulet menghasilkan sesuatu yang indah dan berguna.
Berikut kutipan-kutipan milik Kartini yang terukir indah di museum itu. Jadi makin penasaran pengen baca kumpulan surat Kartini yang Habis Gelap Terbitlah Terang.
“Akan datang jua kiranya keadaan baru dalam dunia bumi putera, kalau bukan oleh karena kami tentu oleh karena orang lain.”
“Kami akan menggoyah-goyahkan gedung feodalisme itu dengan sgala tenaga yang ada pada kami, dan andaikan hanya ada satu potong batu yang jatuh kami akan menganggap hidup kami tidak sia-sia.”
“Dan siapakah yang lebih banyak dapat berusaha memajukan kecerdasan budi itu, siapkah yang dapat membantu mempertinggi derajat budi manusia ialah wanita, ibu, karena haribaan ibu. Itulah manusia, mendapatkan didikannya yang mula-mula sekali.”
“Kaum muda masa sekarang tiada pandang pria atau wanita wajiblah berhubungan. Masing-masing sendiri-sendirimemang dapat berbuat sesuatunya akan memajukan bangsa kami. Tetapi apabila kita berkumpul bersatu, mempersatukan tenaga, bekerja bersama-sama, tentu usaha itu akan lebih besar hasilnya.”
“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri.”
Dan dengan demikian, berakhirlah petualangan kami di kota Jepara, kota kecil dengan sejuta inspirasi. Kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke Semarang dengan bus dan mengejar kereta malam kami ke Jakarta di Stasiun Tawang. Sampai bertemu kembali, Jepara 🙂
it’s my own city.
and it is gorgeous! i’d like to back there someday.. pengen ke rumah Kartini yang sebenarnya 😀
salam kenal yaa maela 😉